Kalau
dulu, pengusaha Belanda “VOC” datang ke Indonesia untuk menjarah, menjajah ,
merampok sumber alam Indonesia dari Sabang sampai Marauke – dan untuk
melanggengkan nya terpaksa VOC mendatangkan beribu-ribu pasukan Militer dari
Belanda sebagai unsur keamanan & Pengamanan mereka dari gangguan para
ekstrimist & terorist yang saat itu dibantu oleh para Raja-Raja Indonesia
yang menjajah rakyatnya sendiri.
Akan
tetapi sekarang lebih dahsyat lagi… kaum Neo Kapital dan Neo Kolonial berhasil
menjarah – menjajah dan merampok sumber sumber alam Indonesia yang Berdaulat
& Merdeka khususnya oleh FREEPORT di Tanah Papua – dan untuk
melanggengkannya FREEPORT cukup membayar upeti sebesar 50 milyar / tahun ( 5
juta dollar ) pada TNI dan 14 juta dollar AS pada POLRI sebagai unsur SATPAM
dari gangguan para ekstrimist & terorist yang dibantu oleh para Raja-Raja
Indonesia yang berdomisili di Jakarta yang menjajah BANGSANYA sendiri yang
katanya sudah merdeka.
Semua
kondisi tersebut sama saja, hanya saja yang beda cuma waktunya saja Dulu vs
Sekarang
Terima
Dana Freeport, Polri ‘Tentara Bayaran’
INILAH.COM,
Jakarta – Pengakuan Kapolri Timur Pradopo bahwa anak buahnya menerima uang
pengamanan khusus dari PT Freeport Indonesia sebesar 14 juta Dollar AS di Papua
berbuntut panjang.
Sikap
Kapolri yang memaklumi dan menolerir perbuatan itu dianggap sebagai pelanggaran
hukum. Karena melanggar asas akuntabilitas dan good governance.
“Setiap
penerimaan harus diketahui publik dan akuntabel, dana Freeport itu tidak jelas
akuntabilitasnya. Malah terkesan Polri seperti bisnis tentara bayaran,” ujar
koordinator Forum Peduli Penegakan Hukum Indonesia (FPPHI) Chaidir
Wiradihardja, Sabtu (29/10/2011).
Oleh
karena itu, Polri harus terbuka kepada publik mengenai penerimaan dana
pengamanan khusus dari PT Freeport Indonesia. Jika tidak, maka Polri dianggap
menerima suap dari pihak yang tengah bertikai.
“Jika
Polri menutup-nutupi maka Polri telah menyembunyikan hak publik mendapatkan
informasi yang sangat sulit dipertanggungjawabkan,” terangnya.
Seperti
diberitakan, Kapolri Timur Pradopo mengakui anggotanya yang mengamankan PT
Freeport Indonesia menerima uang dari perusahaan tambang tersebut.
Prajurit
Brimob menerima dana tersebut tanpa mendapatkan persetujuan atasan. Mereka
menerima langsung diterima anggota dari PT Freeport Indonesia. “Langsung kepada
anggota, itu adalah tambahan untuk memenuhi kebutuhan di sana,” terang Kapolri.
http://nasional.inilah.com/read/detail/1790696/terima-dana-freeport-polri-tentara-bayaran]
Kalau
Benar Terima Rp 50 Miliar, TNI Krisis Komando
Pengamat
militer Juanda, mengatakan, jika benar-benar menerima uang Rp 50 miliar dari PT
Freeport Indonesia (PFI), berarti di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI)
telah terjadi krisis komando.
“Selain
terjadi krisis komando, juga akan terjadi krisis loyalitas karena TNI menjadi
tentara sewaan,” katanya di sela-sela acara Seminar Nasional Depolitisasi
Militer: Membangun Citra TNI, Menegakkan Demokrasi , di Bandung, Sabtu (15/3).
Seperti
yang telah diberitakan Antara, Jumat (14/3), TNI akan segera meminta
klarifikasi kepada PFI perihal setoran Rp 50 miliar kepada TNI, guna
mengamankan aset perusahaan milik AS itu.
Juanda
menyebutkan posisi tentara sewaan seperti itu tidak berbeda jauh dengan
kebijakan VOC ketika masih menjajah Indonesia, yang menggunakan tenaga
pengamanan dari pribumi. Dengan demikian, katanya, loyalitas prajurit terhadap
bangsa dan negara patut dipertanyakan. Karena, prinsipnya siapa yang memberi
dana paling besar berarti orang itulah yang patut dibela.
Menurut
Juanda, adanya tentara sewaan di tanah air sudah bukan barang baru lagi dan
sudah menjadi tradisi seperti tentara sewaan pada massa VOC atau kolonialisme
Hindia-Belanda. “Bilamana TNI telah menerima uang setoran sebesar Rp 50 miliar
dari PFI, berarti neo-kolonialisme mulai muncul kembali di tanah air, katanya.
Ia
mengatakan, agar kejadian ini benar-benar tidak terjadi, khususnya TNI harus
melakukan pembersihan. Upaya pembersihan itu penekanannya dilakukan di kalangan
perwira karena jabatan perwira itulah yang paling sering mendapatkan order
seperti itu.
Pada
bagian lain, Juanda juga mengakui adanya anggota TNI yang menerima uang setoran
dari pihak-pihak tertentu untuk melakukan pengamanan. Hal demikian sudah
menjadi tradisi tersendiri. “Biasanya uang setoran tersebut diterima kalangan
TNI berpangkat tinggi,” demikian Juanda.
(http://www.kompas.com/utama/news/0303/15/071929.htm)